Gatra - Rabu, 20 Juli 2011 09:00. Mantan bendahara umum DPP Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin kembali "bernyanyi". Tidak tanggung-tanggung, kali ini ia bikin heboh karena suaranya tiba-tiba menggetarkan pemirsa di dua televisi nasional, Selasa (19/7) petang. Nazaruddin, yang masih misterius keberadaannya, lagi-lagi dengan gamblang mengurai konspirasi besar para elit demokrat dalam menggarong duit rakyat dari kas APBN.
Isi "nyanyian" Nazaruddin sebenarnya bukan hal baru. Misalnya, Ia mengungkap aliran uang puluhan miliar untuk pemenangan Anas Urbaningrum menjadi ketua umum DPP Partai Demokrat. "Dari proyek Hambalang senilai Rp 50 miliar untuk pemenangan Anas. Dibawa dengan mobil boks yang dibawa Ibu Yuliani. Dan, Ibu Yuliani sekarang dilindungi Anas," papar anggota Komisi VII DPR itu.
Selain itu, kata Nazaruddin, ada pula uang sebesar Rp 35 miliar yang juga digunakan untuk pemenangan Anas. "Saya tahu, uangnya dari proyek mana, dari siapa dan mengalir kemana saja. Semua ada buktinya," ujar Nazaruddin. Berbeda dengan keterangan sebelumnya, Ia mengaku hanya menjadi operator. "Saya ini bawahan Anas," kata Nazaruddin.
Tiap daerah perwakilan cabang yang mendukung Anas menerima uang mulai dari 10 dolar AS ribu, 15 ribu dolar AS sampai 40 ribu dolar AS. "Saya ini di bawah kontrol Anas. Anas yang mengatur semua skenario ini," kata Nazaruddin.
Berkali-kali Nazaruddin mengungkap, Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum banyak menikmati uang dari proyek-proyek yang dibiayai APBN. Tender proyek itu dimenangi oleh perusahaan yang dimiliki Anas dan Nazaruddin. "Anas yang merekayasa semuanya, kok saya dijadikan tersangka," katanya.
Nazaruddin mengaku, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebagai Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat mengetahui soal aliran dana ke pihak-pihak yang mendukung pemilihan Anas sebagai Ketua Umum Partai Demokrat.
Ia juga mengungkap pertemuan Anas dengan Chandra Hamzah untuk mengatur pemilihan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Skenarionya, Chandra Hamzah dan Ade Raharja kembali terpilih sebagai pimpinan KPK. Dengan begitu, KPK tidak akan memanggil Anas, Angelina Sondakh (Angie) dan Wayan Koster. Angie dan Koster merupakan anggota DPR dari Demokrat dan PDI Perjuangan yang terlibat dugaan suap kasus Wisma Atlet.
Nazaruddin bahkan menuding dua petinggi KPK, Chandra M. Hamzah dan M. Yasin, turut andil dalam konspirasi "perampokan" duit rakyat senilai milyaran rupiah itu. Anas juga bertemu dengan Direktur Penyidikan KPK Ade Rahardja untuk menghentikan penyelidikan kasus tersebut hanya sampai Nazaruddin. "KPK itu perampok," tuding Nazaruddin.
Ia pun menantang KPK untuk membuktikan ada aliran dana dari proyek pembangunan Wisma Atlet SEA Games di Jakabaring, Palembang, Sumatera Selatan. "Jika KPK bisa membuktikan ada aliran ke rekening saya, saya akan pulang ke Indonesia," ujarnya.
Nazar mengaku kepergiannya ke Singapura adalah atas perintah Anas. Dalam sebuah pertemuan di kantor DPP Partai Demokrat, Anas mengatakan, "Kalau kasusnya meledak, ente berangkat ke Singapura. Paling lama 3 tahun, setelah perubahan pemerintahan," ujarnya. Kinio ia menolak mengungkap keberdaannya. Namun Ia memastikan masih berada di luar negeri. "Saya berada di tempat yang aman dari rekayasa politik," ungkapnya.
Sejak meninggalkan Tanah Air pada 23 Mei 2011, Nazaruddin kerap memberikan kejutan melalui pernyataan-pernyataannya yang diungkapkan melalui pesan singkat via telepon seluler (SMS) dan BlackBerry Messenger kepada sejumlah media. Kini, ia telah ditetapkan KPK sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap proyek wisma atlet SEA Games. Statusnya sebagai kader Demokrat juga telah resmi lepas setelah ia mendapatkan peringatan ketiga dan dipecat dari partainya.
Anehnya, sikap Nazaruddin melunak terhadap Sekretaris Dewan Pembina Partai Demokrat Andi Mallarangeng dan Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas). Jika sebelumnya Nazaruddin menuding Andi dan Ibas menerima uang dari proyek wisma atlet, pada wawancara dengan Metro TV dan tvOne, mantan anggota Komisi III DPR ini melunak.
"Kalau Andi Mallarangeng, saya belum terlalu itu. Yang pasti, anggota DPR sebesar Rp 9 miliar dan Anas sebesar Rp 7 miliar," kata Nazaruddin ketika ditanya keterlibatan Andi dalam kasus dugaan suap wisma atlet tersebut. Pembangunan wisma atlet merupakan proyek Kementerian Pemuda dan Olahraga yang dipimpin Andi.
Begitu pula dengan Ibas, putra Yudhoyono. Nazaruddin mengelak keterlibatan Ibas dalam aliran uang pada Kongres II Partai Demokrat. "Waktu itu saya berlawanan dengan Ibas. Saya tak pernah kasih uang ke dia. Saat itu Ibas dalam posisi mendukung calon yang lain. Tak ada kepentingan atau relevansi kasih uang ke dia," kata Nazaruddin.
Sebelumnya, terkait tudingan terima suap, baik Andi maupun Ibas telah membantahnya. Kedua politisi tersebut mengatakan, mereka tak menerima uang terkait proyek pembangunan wisma atlet. Tidak hanya dua elit politik itu yang kebakaran jenggot. Kini, semua nama yang disebut Nazar, baik elit Partai Demokrat maupun petinggi KPK, sibuk membantah keterlibatannya dalam kongkalikong menggarong duit APBN, seperti yang dituduhkan Nazaruddin.
Sungguh, ranah hukum dan politik negeri ini semakin kusut. Kini Indonesia digoyang oleh kicauan seorang Nazaruddin yang berada di negeri antah berantah. Masyarakat tampaknya sudah mulai muak dengan perilaku para koruptor dan politikus busuk yang tak pernah berhenti menggarong negeri ini.
Mengutip omongan pengamat politik Fadjroel Rahman, "Politik dan kekuasaan bukan untuk mencuri. Dan hukum bukan untuk melindungi para pencuri". Buktikan! [HP]
Gatra - Rabu, 20 Juli 2011 09:00. Mantan bendahara umum DPP Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin kembali "bernyanyi". Tidak tanggung-tanggung, kali ini ia bikin heboh karena suaranya tiba-tiba menggetarkan pemirsa di dua televisi nasional, Selasa (19/7) petang. Nazaruddin, yang masih misterius keberadaannya, lagi-lagi dengan gamblang mengurai konspirasi besar para elit demokrat dalam menggarong duit rakyat dari kas APBN.
Isi "nyanyian" Nazaruddin sebenarnya bukan hal baru. Misalnya, Ia mengungkap aliran uang puluhan miliar untuk pemenangan Anas Urbaningrum menjadi ketua umum DPP Partai Demokrat. "Dari proyek Hambalang senilai Rp 50 miliar untuk pemenangan Anas. Dibawa dengan mobil boks yang dibawa Ibu Yuliani. Dan, Ibu Yuliani sekarang dilindungi Anas," papar anggota Komisi VII DPR itu.
Selain itu, kata Nazaruddin, ada pula uang sebesar Rp 35 miliar yang juga digunakan untuk pemenangan Anas. "Saya tahu, uangnya dari proyek mana, dari siapa dan mengalir kemana saja. Semua ada buktinya," ujar Nazaruddin. Berbeda dengan keterangan sebelumnya, Ia mengaku hanya menjadi operator. "Saya ini bawahan Anas," kata Nazaruddin.
Tiap daerah perwakilan cabang yang mendukung Anas menerima uang mulai dari 10 dolar AS ribu, 15 ribu dolar AS sampai 40 ribu dolar AS. "Saya ini di bawah kontrol Anas. Anas yang mengatur semua skenario ini," kata Nazaruddin.
Berkali-kali Nazaruddin mengungkap, Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum banyak menikmati uang dari proyek-proyek yang dibiayai APBN. Tender proyek itu dimenangi oleh perusahaan yang dimiliki Anas dan Nazaruddin. "Anas yang merekayasa semuanya, kok saya dijadikan tersangka," katanya.
Nazaruddin mengaku, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebagai Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat mengetahui soal aliran dana ke pihak-pihak yang mendukung pemilihan Anas sebagai Ketua Umum Partai Demokrat.
Ia juga mengungkap pertemuan Anas dengan Chandra Hamzah untuk mengatur pemilihan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Skenarionya, Chandra Hamzah dan Ade Raharja kembali terpilih sebagai pimpinan KPK. Dengan begitu, KPK tidak akan memanggil Anas, Angelina Sondakh (Angie) dan Wayan Koster. Angie dan Koster merupakan anggota DPR dari Demokrat dan PDI Perjuangan yang terlibat dugaan suap kasus Wisma Atlet.
Nazaruddin bahkan menuding dua petinggi KPK, Chandra M. Hamzah dan M. Yasin, turut andil dalam konspirasi "perampokan" duit rakyat senilai milyaran rupiah itu. Anas juga bertemu dengan Direktur Penyidikan KPK Ade Rahardja untuk menghentikan penyelidikan kasus tersebut hanya sampai Nazaruddin. "KPK itu perampok," tuding Nazaruddin.
Ia pun menantang KPK untuk membuktikan ada aliran dana dari proyek pembangunan Wisma Atlet SEA Games di Jakabaring, Palembang, Sumatera Selatan. "Jika KPK bisa membuktikan ada aliran ke rekening saya, saya akan pulang ke Indonesia," ujarnya.
Nazar mengaku kepergiannya ke Singapura adalah atas perintah Anas. Dalam sebuah pertemuan di kantor DPP Partai Demokrat, Anas mengatakan, "Kalau kasusnya meledak, ente berangkat ke Singapura. Paling lama 3 tahun, setelah perubahan pemerintahan," ujarnya. Kinio ia menolak mengungkap keberdaannya. Namun Ia memastikan masih berada di luar negeri. "Saya berada di tempat yang aman dari rekayasa politik," ungkapnya.
Sejak meninggalkan Tanah Air pada 23 Mei 2011, Nazaruddin kerap memberikan kejutan melalui pernyataan-pernyataannya yang diungkapkan melalui pesan singkat via telepon seluler (SMS) dan BlackBerry Messenger kepada sejumlah media. Kini, ia telah ditetapkan KPK sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap proyek wisma atlet SEA Games. Statusnya sebagai kader Demokrat juga telah resmi lepas setelah ia mendapatkan peringatan ketiga dan dipecat dari partainya.
Anehnya, sikap Nazaruddin melunak terhadap Sekretaris Dewan Pembina Partai Demokrat Andi Mallarangeng dan Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas). Jika sebelumnya Nazaruddin menuding Andi dan Ibas menerima uang dari proyek wisma atlet, pada wawancara dengan Metro TV dan tvOne, mantan anggota Komisi III DPR ini melunak.
"Kalau Andi Mallarangeng, saya belum terlalu itu. Yang pasti, anggota DPR sebesar Rp 9 miliar dan Anas sebesar Rp 7 miliar," kata Nazaruddin ketika ditanya keterlibatan Andi dalam kasus dugaan suap wisma atlet tersebut. Pembangunan wisma atlet merupakan proyek Kementerian Pemuda dan Olahraga yang dipimpin Andi.
Begitu pula dengan Ibas, putra Yudhoyono. Nazaruddin mengelak keterlibatan Ibas dalam aliran uang pada Kongres II Partai Demokrat. "Waktu itu saya berlawanan dengan Ibas. Saya tak pernah kasih uang ke dia. Saat itu Ibas dalam posisi mendukung calon yang lain. Tak ada kepentingan atau relevansi kasih uang ke dia," kata Nazaruddin.
Sebelumnya, terkait tudingan terima suap, baik Andi maupun Ibas telah membantahnya. Kedua politisi tersebut mengatakan, mereka tak menerima uang terkait proyek pembangunan wisma atlet. Tidak hanya dua elit politik itu yang kebakaran jenggot. Kini, semua nama yang disebut Nazar, baik elit Partai Demokrat maupun petinggi KPK, sibuk membantah keterlibatannya dalam kongkalikong menggarong duit APBN, seperti yang dituduhkan Nazaruddin.
Sungguh, ranah hukum dan politik negeri ini semakin kusut. Kini Indonesia digoyang oleh kicauan seorang Nazaruddin yang berada di negeri antah berantah. Masyarakat tampaknya sudah mulai muak dengan perilaku para koruptor dan politikus busuk yang tak pernah berhenti menggarong negeri ini.
Mengutip omongan pengamat politik Fadjroel Rahman, "Politik dan kekuasaan bukan untuk mencuri. Dan hukum bukan untuk melindungi para pencuri". Buktikan! [HP]
Judul: Nyanyian Nazzarudin menggoyang negeri
Rating: 100% based on 99998 ratings. 5 user reviews.
Ditulis Oleh Rabu, Juli 20, 2011
Rating: 100% based on 99998 ratings. 5 user reviews.
Ditulis Oleh Rabu, Juli 20, 2011
0 comments:
Posting Komentar