Jumat, 29 Juli 2011

Rumitnya Merealiasikan Green Car di Indonesia

Augusta B. Sirait -  INILAH.COM, Jakarta - Realiasasi Green Car atau mobil hijau di tanah air masih butuh beberapa dekade lagi. Kebijakan yang dibangun pemerintah Republik Indonesia masih tumpang tindih dengan pelaku industri otomotif di tanah air.

"Visi pemerintah terhadap industri otomotif adalah Indonesia dapat menjadi basis produksi industri otomotif dan komponen kelas dunia. Tetapi mengembangkan kendaraan yang hemat energi, ramah lingkungan, dan harga terjangkau cukup sulit karena terhambat infrastruktur, kualitas bahan bakar masih kurang baik," ujar Direktur Industri Alat Transportasi Darat dan ke Dirgantaraan Departemen Perindustrian (Depperin), Panggah Susanto, dalam Seminar Tren Green Car Dalam Pasar Otomotif 2010, Kamis (29/10), di Jakarta.

Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Indah Sukmaningsih berpendapat bahwa sulitnya mengurangi emisi gas buang dari kendaraan lebih karena tidak ada upaya pemecahan masalah dalam "satu paket".

"Kalau memang ingin mengurangi emisi dengan mengembangkan mobil ramah lingkungan, seharusnya pemerintah serius memperhatikan BBM yang timbalnya masih tinggi," tegas Indah.

Artinya, ungkap dia, peran pemangku kepentingan, termasuk PT Pertamina (Persero), harus jelas untuk mendukung mobil-mobil ramah lingkungan dapat bergerak.

Lebih lanjut, Indah menekankan pada pentingnya pendidikan pada masyarakat terkait dengan mobil-mobil ramah lingkungan itu sendiri.

"Perlu ada edukasi untuk pengurangan emisi pada masyarakat. Karena sejauh ini masyarakat lebih banyak dibingungkan oleh klaim produsen otomotif atas mobil atau pun bahan bakar ramah lingkungan," ujar dia.

Indah menilai mobil ramah lingkungan (green car) yang digembar-gemborkan produsen otomotif untuk mengurangi emisi gas buang justru menjadi ajang promosi.

Sementara itu, PT Toyota Astra Motor (TAM) mengatakan siap untuk memproduksi mobil hybrid Prius tahun 2020 mendatang dalam rangka sinergi pemerintah dan industri otomotif untuk mendorong penciptaan mobil ramah lingkungan (green car).

"Dalam beberapa dekade ke depan, Indonesia masih akan tetap menggunakan bahan bakar minyak (bbm) untuk kendaraan bermotor. Teknologi hybrid menjadi solusi green car di tanah air," ujar Chief Corporate PT TAM Rachmad Basuki.

Ia menambahkan bahwa kebutuhan Green Car sangat mendesak mengingat pemanasan global dan sumber daya alam yang terbatas menjadi masalah utama industri otmotif untuk menciptakan mobil ramah lingkungan.

Namun untuk menuju ke arah sana, TAM menghadapi sejumlah tantangan TAM, seperti bagaimana mendorong penciptaan pasar green car, kebijakan pemerintah yang juga mendukung pasar green car, infrastruktur pendukungnya (kualitas bahan bakar, jalan, dan sebagainya).

Ditambah lagi, kata Rachmad belum adanya paket Kebijakan yang mendorong pengembangan industri dan penggunaan green-car, serta penguasaan teknologi pengembangan green-car.

Menurut Ketua Komisi Organisasi Dewan Nasional WALHI (Wahana Lingkungan HIdup Indonesia) Ririn Sefsari pihaknya menawarkan restorasi ekologi sebagai solusi green car.

Restorasi ekologi adalah tindakan sistematis untuk memulihkan dan melindungi kondisi ekologis, sosial dan budaya kawasan dengan menjamin akses dan kontrol rakyat atas sumber-sumber kehidupan yang adil dan lestari.

Langkah dalam sektor Transportasi yang bisa dilakukan adalah komitmen industri otomotif pada mass public transportation.

"Green Cars tidak hanya slogan akan tetapi dalam praktek. Pemerintah juga seharusnya konsisten melaksanakan Kebijakan dan peraturan dalam pengelolaan lingkungan sebagai contoh UU 32/2009 PPLH, Perda DKI 2/2005 pengendalian pencemaran udara," ujarnya.

Ia menambahkan perbaikan dan pengelolaan publik transportasi yang lebih baik menjadi tindakan yang harus segera dilaksanakan pemerintah.

Tidak gampang, memang, mewujudkan wacana mobil hijau. Bagaimana pemerintah? [Tom]
Augusta B. Sirait -  INILAH.COM, Jakarta - Realiasasi Green Car atau mobil hijau di tanah air masih butuh beberapa dekade lagi. Kebijakan yang dibangun pemerintah Republik Indonesia masih tumpang tindih dengan pelaku industri otomotif di tanah air.

"Visi pemerintah terhadap industri otomotif adalah Indonesia dapat menjadi basis produksi industri otomotif dan komponen kelas dunia. Tetapi mengembangkan kendaraan yang hemat energi, ramah lingkungan, dan harga terjangkau cukup sulit karena terhambat infrastruktur, kualitas bahan bakar masih kurang baik," ujar Direktur Industri Alat Transportasi Darat dan ke Dirgantaraan Departemen Perindustrian (Depperin), Panggah Susanto, dalam Seminar Tren Green Car Dalam Pasar Otomotif 2010, Kamis (29/10), di Jakarta.

Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Indah Sukmaningsih berpendapat bahwa sulitnya mengurangi emisi gas buang dari kendaraan lebih karena tidak ada upaya pemecahan masalah dalam "satu paket".

"Kalau memang ingin mengurangi emisi dengan mengembangkan mobil ramah lingkungan, seharusnya pemerintah serius memperhatikan BBM yang timbalnya masih tinggi," tegas Indah.

Artinya, ungkap dia, peran pemangku kepentingan, termasuk PT Pertamina (Persero), harus jelas untuk mendukung mobil-mobil ramah lingkungan dapat bergerak.

Lebih lanjut, Indah menekankan pada pentingnya pendidikan pada masyarakat terkait dengan mobil-mobil ramah lingkungan itu sendiri.

"Perlu ada edukasi untuk pengurangan emisi pada masyarakat. Karena sejauh ini masyarakat lebih banyak dibingungkan oleh klaim produsen otomotif atas mobil atau pun bahan bakar ramah lingkungan," ujar dia.

Indah menilai mobil ramah lingkungan (green car) yang digembar-gemborkan produsen otomotif untuk mengurangi emisi gas buang justru menjadi ajang promosi.

Sementara itu, PT Toyota Astra Motor (TAM) mengatakan siap untuk memproduksi mobil hybrid Prius tahun 2020 mendatang dalam rangka sinergi pemerintah dan industri otomotif untuk mendorong penciptaan mobil ramah lingkungan (green car).

"Dalam beberapa dekade ke depan, Indonesia masih akan tetap menggunakan bahan bakar minyak (bbm) untuk kendaraan bermotor. Teknologi hybrid menjadi solusi green car di tanah air," ujar Chief Corporate PT TAM Rachmad Basuki.

Ia menambahkan bahwa kebutuhan Green Car sangat mendesak mengingat pemanasan global dan sumber daya alam yang terbatas menjadi masalah utama industri otmotif untuk menciptakan mobil ramah lingkungan.

Namun untuk menuju ke arah sana, TAM menghadapi sejumlah tantangan TAM, seperti bagaimana mendorong penciptaan pasar green car, kebijakan pemerintah yang juga mendukung pasar green car, infrastruktur pendukungnya (kualitas bahan bakar, jalan, dan sebagainya).

Ditambah lagi, kata Rachmad belum adanya paket Kebijakan yang mendorong pengembangan industri dan penggunaan green-car, serta penguasaan teknologi pengembangan green-car.

Menurut Ketua Komisi Organisasi Dewan Nasional WALHI (Wahana Lingkungan HIdup Indonesia) Ririn Sefsari pihaknya menawarkan restorasi ekologi sebagai solusi green car.

Restorasi ekologi adalah tindakan sistematis untuk memulihkan dan melindungi kondisi ekologis, sosial dan budaya kawasan dengan menjamin akses dan kontrol rakyat atas sumber-sumber kehidupan yang adil dan lestari.

Langkah dalam sektor Transportasi yang bisa dilakukan adalah komitmen industri otomotif pada mass public transportation.

"Green Cars tidak hanya slogan akan tetapi dalam praktek. Pemerintah juga seharusnya konsisten melaksanakan Kebijakan dan peraturan dalam pengelolaan lingkungan sebagai contoh UU 32/2009 PPLH, Perda DKI 2/2005 pengendalian pencemaran udara," ujarnya.

Ia menambahkan perbaikan dan pengelolaan publik transportasi yang lebih baik menjadi tindakan yang harus segera dilaksanakan pemerintah.

Tidak gampang, memang, mewujudkan wacana mobil hijau. Bagaimana pemerintah? [Tom]
thumbnail
Judul: Rumitnya Merealiasikan Green Car di Indonesia
Rating: 100% based on 99998 ratings. 5 user reviews.
Ditulis Oleh

Artikel Terkait Otomotif :

0 comments:

Posting Komentar

 
Copyright © 2013. About - Sitemap - Contact - Privacy
Template Seo Elite oleh Bamz