Senin, 08 Agustus 2011

Konser Semesta Cinta - Lebih kuasa mana, antara kata dan suara?




Album "Semesta Cinta" .. CD nya sudah beredar ..

Lebih kuasa mana, antara kata dan suara? Yang dalam konser Semesta Cinta di teater Salihara, Jakarta, pada Sabtu dan Minggu (6/8 - 7/8), kata yang diwakilkan makhluk bernama puisi dan suara oleh orkestra, diadu? Seiring, sejalan, seimbang dan selaras adanya.

Demikianlah yang terjadi ketika Dian HP yang mengomposisi, mengaransemen dan mengorkestrasi 12 sajak milik penyair Sitok Srengenge berhasil mengawinkan, kemudian merukunkan, sebelum melaraskan antara kekuatan puisi Sitok yang liris, jitu, dalam sekaligus bernyawa, ke dalam musik orkestrasi yang megah, sekaligus magis.

Karena magis, maka acapkali musik berkeniscayaan membuat menangis penyimaknya. Dan 25 musisi termasuk Dian HP, yang menghidupkan instrumen biolin, biola, selo, kontra bas, suling, klarinet, trompet, bass akustik dan kibor bersama 22 pesuara atau penyanyi, secara bersama-sama berhasil mensenyawakan antara kekuatan kata dan suara, sehingga membuat puisi dan orkestra sama berkuasanya. Tanpa salah satu diantaranya-meski sangat berkeniscayaan-saling membiaskan, melanturkan bahkan menenggelamkan.

Yang ada justru sebaliknya, ketika konser yang terdiri atas 12 komposisi, 11 komposisi diantaranya masing-masing dinyanyikan sepasang penyanyi (duet), dan komposisi ke-12 dibawakan oleh 22 penyanyi sekaligus, yang lahir adalah perayaan atas kebesaran makna kata dan suara.

Berdarah-darah
Sitok yang berdarah-darah melahirkan puisi, sebelum memberinya nyawa via kedalaman maknanya, oleh Dian HP yang jenius dalam menata musik, dijampi sedemikian rupa via ramuan kekayaan musikalitasnya, untuk kemudian dirayakan dengan cara melenakan, membuai, menggembirakan sekaligus menggetarkan. Singkat kata, bahkan terkadang penceritaan kembali lewat tulisan, sangat berkemungkinan mengurangi kebesaran makna kata dan suara, dalam konser Semesta Cinta yang lebih pantas untuk dinikmati langsung daripada sekedar dikisahkan ulang.

Demikianlah yang terjadi ketika secara berurut lagu "Waktu" dinyanyikan Lea Simanjuntak dan Christopher Abimanyu, lagu "Ruang" dilantunkan Ary Kirana dan Hedi Yunus, lagu "Cahaya" dibawakan Dea Mirella dan Rayen ex Pasto, lagu "Udara" disuguhkan pasangan Andrea dan Lucky Octavian, dan lagu "Kabut" dinyanyikan Lisa Depe dan Leo Simanjuntak ditawarkan.

Pada setiap lagu yang hendak dibawakan, Dian HP senantiasa memberikan kata pengantar ihwal proses kreatifnya di dunia musik, yang sepengakuannya telah berjalan lebih dari 13 tahun. Dan untuk proses kreatifnya kali ini, menghidupkan kedalaman sajak diakunya bukan ihwal yang baru di Indonesia.

Mochtar Embut, spenceritaannya bahkan telah lama memaknai ulang sajak milik Chairil Anwar dan WS. Rendra. Demikian halnya ketika di Barat, Franz Peter Schubert (1797-1828) salah satu komposer ternama dari Austrian pernah juga membangunkan kembali puisi milik penyair Jerman Johann Wolfgang von Goethe (1749-1832) ke dalam sejumlah karyanya.

Perasaan estetis
Yang pasti, ketika sejumlah karya lainnya seperti lagu "Tanah" dihantar dalam nuansa jazzy oleh Ira Batti dan Gideon Hallatu, lagu "Air" ditawarkan Ucie Nurul dan Gabhoy, lagu "Batu" didendangkan Jeanette dan Pungky, lagu "Api" dikobarkan Binu Sukaman dan Agus Wisman, lagu "Bayang" diayun suara ajaib sinden kontemporer Sruti Respati dan Samsara, nuansa aneka rupa yang biasanya mencitrakan keheningan, keterpukauan, kekosongan, sekaligus ketergetaran seolah mengadu domba perasaan untuk melahirkan perasaan keterharuan. Adakah perasaan estetis yang lebih dalam selain ketergetaran dan keterharuan?

Demikian halnya ketika lagu "Hati" dieluskan Sita Nursanti dan Chandrasatria, sebelum akhirnya, secara magis, sebagai sebuah pamungkas yang klimaks kedalaman puisi Sitok berjudul Cinta yang secara religius hendak menempatkan Cinta pada aras yang subtil, hakiki, dan terhindar dari segala tafsir dangkal manusia. Oleh Dian HP yang tampak bersinar kejenialannya, dalam menggubah lagu "Cinta" yang dibungkus oleh kemerduan suara 22 penyanyi sekaligus, ke dalam aura yang menggidikkan perasaan. Bahkan Titik Puspa yang hadir dan duduk di deretan paling depan pada tanggal 6/8, meminta kepada Dian HP untuk menyanyikan lagu Cinta sebnayal 2 kali, yang di amini oleh penonton lainnya.

Dengan memadukan unsur orkestrasi musik Barat yang diatonik, dengan sesekali melaraskan dengan pas nuansa pentatonik tembang Jawa, yang dengan apik diwakilkan suara magis Sruti Respati yang nyinden, sementara penyanyi lainnya berlomba-lomba meng'Aria'kan suaranya. Demikiankah Konser Semesta Cinta yang sejatinya adalah perjalanan religius Sitok dan Dian HP dalam mengejawantahkan perasaan Cintanya kepada Semesta. (Benny Benke/CN15) - CyberNews



Album "Semesta Cinta" .. CD nya sudah beredar ..

Lebih kuasa mana, antara kata dan suara? Yang dalam konser Semesta Cinta di teater Salihara, Jakarta, pada Sabtu dan Minggu (6/8 - 7/8), kata yang diwakilkan makhluk bernama puisi dan suara oleh orkestra, diadu? Seiring, sejalan, seimbang dan selaras adanya.

Demikianlah yang terjadi ketika Dian HP yang mengomposisi, mengaransemen dan mengorkestrasi 12 sajak milik penyair Sitok Srengenge berhasil mengawinkan, kemudian merukunkan, sebelum melaraskan antara kekuatan puisi Sitok yang liris, jitu, dalam sekaligus bernyawa, ke dalam musik orkestrasi yang megah, sekaligus magis.

Karena magis, maka acapkali musik berkeniscayaan membuat menangis penyimaknya. Dan 25 musisi termasuk Dian HP, yang menghidupkan instrumen biolin, biola, selo, kontra bas, suling, klarinet, trompet, bass akustik dan kibor bersama 22 pesuara atau penyanyi, secara bersama-sama berhasil mensenyawakan antara kekuatan kata dan suara, sehingga membuat puisi dan orkestra sama berkuasanya. Tanpa salah satu diantaranya-meski sangat berkeniscayaan-saling membiaskan, melanturkan bahkan menenggelamkan.

Yang ada justru sebaliknya, ketika konser yang terdiri atas 12 komposisi, 11 komposisi diantaranya masing-masing dinyanyikan sepasang penyanyi (duet), dan komposisi ke-12 dibawakan oleh 22 penyanyi sekaligus, yang lahir adalah perayaan atas kebesaran makna kata dan suara.

Berdarah-darah
Sitok yang berdarah-darah melahirkan puisi, sebelum memberinya nyawa via kedalaman maknanya, oleh Dian HP yang jenius dalam menata musik, dijampi sedemikian rupa via ramuan kekayaan musikalitasnya, untuk kemudian dirayakan dengan cara melenakan, membuai, menggembirakan sekaligus menggetarkan. Singkat kata, bahkan terkadang penceritaan kembali lewat tulisan, sangat berkemungkinan mengurangi kebesaran makna kata dan suara, dalam konser Semesta Cinta yang lebih pantas untuk dinikmati langsung daripada sekedar dikisahkan ulang.

Demikianlah yang terjadi ketika secara berurut lagu "Waktu" dinyanyikan Lea Simanjuntak dan Christopher Abimanyu, lagu "Ruang" dilantunkan Ary Kirana dan Hedi Yunus, lagu "Cahaya" dibawakan Dea Mirella dan Rayen ex Pasto, lagu "Udara" disuguhkan pasangan Andrea dan Lucky Octavian, dan lagu "Kabut" dinyanyikan Lisa Depe dan Leo Simanjuntak ditawarkan.

Pada setiap lagu yang hendak dibawakan, Dian HP senantiasa memberikan kata pengantar ihwal proses kreatifnya di dunia musik, yang sepengakuannya telah berjalan lebih dari 13 tahun. Dan untuk proses kreatifnya kali ini, menghidupkan kedalaman sajak diakunya bukan ihwal yang baru di Indonesia.

Mochtar Embut, spenceritaannya bahkan telah lama memaknai ulang sajak milik Chairil Anwar dan WS. Rendra. Demikian halnya ketika di Barat, Franz Peter Schubert (1797-1828) salah satu komposer ternama dari Austrian pernah juga membangunkan kembali puisi milik penyair Jerman Johann Wolfgang von Goethe (1749-1832) ke dalam sejumlah karyanya.

Perasaan estetis
Yang pasti, ketika sejumlah karya lainnya seperti lagu "Tanah" dihantar dalam nuansa jazzy oleh Ira Batti dan Gideon Hallatu, lagu "Air" ditawarkan Ucie Nurul dan Gabhoy, lagu "Batu" didendangkan Jeanette dan Pungky, lagu "Api" dikobarkan Binu Sukaman dan Agus Wisman, lagu "Bayang" diayun suara ajaib sinden kontemporer Sruti Respati dan Samsara, nuansa aneka rupa yang biasanya mencitrakan keheningan, keterpukauan, kekosongan, sekaligus ketergetaran seolah mengadu domba perasaan untuk melahirkan perasaan keterharuan. Adakah perasaan estetis yang lebih dalam selain ketergetaran dan keterharuan?

Demikian halnya ketika lagu "Hati" dieluskan Sita Nursanti dan Chandrasatria, sebelum akhirnya, secara magis, sebagai sebuah pamungkas yang klimaks kedalaman puisi Sitok berjudul Cinta yang secara religius hendak menempatkan Cinta pada aras yang subtil, hakiki, dan terhindar dari segala tafsir dangkal manusia. Oleh Dian HP yang tampak bersinar kejenialannya, dalam menggubah lagu "Cinta" yang dibungkus oleh kemerduan suara 22 penyanyi sekaligus, ke dalam aura yang menggidikkan perasaan. Bahkan Titik Puspa yang hadir dan duduk di deretan paling depan pada tanggal 6/8, meminta kepada Dian HP untuk menyanyikan lagu Cinta sebnayal 2 kali, yang di amini oleh penonton lainnya.

Dengan memadukan unsur orkestrasi musik Barat yang diatonik, dengan sesekali melaraskan dengan pas nuansa pentatonik tembang Jawa, yang dengan apik diwakilkan suara magis Sruti Respati yang nyinden, sementara penyanyi lainnya berlomba-lomba meng'Aria'kan suaranya. Demikiankah Konser Semesta Cinta yang sejatinya adalah perjalanan religius Sitok dan Dian HP dalam mengejawantahkan perasaan Cintanya kepada Semesta. (Benny Benke/CN15) - CyberNews
thumbnail
Judul: Konser Semesta Cinta - Lebih kuasa mana, antara kata dan suara?
Rating: 100% based on 99998 ratings. 5 user reviews.
Ditulis Oleh

Artikel Terkait Hiburan :

0 comments:

Posting Komentar

 
Copyright © 2013. About - Sitemap - Contact - Privacy
Template Seo Elite oleh Bamz